@2024 HARYANET
Mahasiswa KKN UNDIP Mengubah Limbah Dapur Menjadi Pupuk Organik: Solusi Murah untuk Pertanian Berkelanjutan

Di tengah meningkatnya biaya pertanian, para petani di Desa Gumul Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten menghadapi tantangan besar dalam memperoleh pupuk berkualitas. Biaya pupuk yang terus naik tidak sebanding dengan harga jual hasil panen mereka, membuat banyak petani kesulitan menjaga produktivitas lahan. Di sisi lain, pengelolaan sampah organik di desa ini masih kurang optimal, dengan limbah dapur yang sering kali dibuang ke pinggir kali atau dibakar. Melihat kondisi ini, Kuliah Kerja Nyata Universitas Diponegoro (KKN UNDIP) Tim I 2024/2025 Desa Gumul memperkenalkan Kelompok Wanita Tani (KWT) dengan inovasi sederhana namun berdampak besar: pembuatan pupuk cair dari limbah dapur organik.
Pupuk ini memanfaatkan bahan-bahan yang mudah ditemukan di rumah, seperti kulit pisang, ampas kopi, dan cangkang telur. “Ketiga bahan ini sering kali dianggap sampah, padahal kaya akan nutrisi yang bermanfaat bagi kesuburan tanah,” ungkap Gamma Karisha, mahasiswa jurusan Teknik Kimia Tim I KKN UNDIP 2024/2025. Kulit pisang mengandung kalium yang penting untuk pertumbuhan akar dan bunga. Ampas kopi memiliki nitrogen yang dapat meningkatkan kesuburan tanah, sementara cangkang telur kaya akan kalsium karbonat yang membantu menyeimbangkan pH tanah. Dengan proses fermentasi sederhana menggunakan ragi dan gula, limbah dapur ini dapat diubah menjadi pupuk cair yang efektif dan murah.

Pelatihan yang dilaksanakan pada tanggal 23 Februari 2025 dirancang untuk meningkatkan kesadaran para petani, terutama ibu-ibu petani, tentang potensi limbah dapur yang selama ini terbuang, sejalan dengan tujuan SDG 12 yang menekankan pentingnya mengurangi limbah dan meningkatkan efisiensi sumber daya. Dengan memanfaatkan limbah organik sebagai pupuk, mereka tidak hanya dapat menghemat biaya pertanian tetapi juga mengurangi pencemaran lingkungan akibat sampah yang tidak terkelola dengan baik. Pupuk organik ini juga memberikan manfaat jangka panjang bagi tanah, menjadikannya lebih subur dan siap mendukung pertanian berkelanjutan.
Sebagai bagian dari pelatihan, para peserta menerima infografik edukatif, sampel pupuk cair hasil fermentasi, serta melakukan post-test untuk mengukur pemahaman mereka setelah mengikuti pelatihan. “Dengan pendekatan yang langsung bisa diterapkan di rumah, diharapkan semakin banyak petani yang mulai beralih ke pupuk organik buatan sendiri,” ungkap Bu Marni selaku ketua KWT. Dari dapur ke kebun, limbah yang dulunya terbuang kini dapat menjadi sumber daya berharga untuk masa depan pertanian yang lebih baik.