Cegah Pernikahan Dini di Kedung Lumbu, Mahasiswa KKN Undip Beri Edukasi Kespro Remaja

Surakarta, 4 Agustus 2024 – Sebagai upaya mencegah kejadian pernikahan dini di Kelurahan Kedung Lumbu, Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Surakarta, mahasiswa KKN Tim II Undip Tahun Akademik 2023/2024, Nikita Arini Santosa dari Program Studi Kesehatan Masyarakat mengusung program kerja monodisiplin dengan memberikan edukasi terkait kesehatan reproduksi kepada karang taruna di Kelurahan Kedung Lumbu. Kegiatan ini dilaksanakan pada 4 Agustus 2024 bertempat di langgar masjid yang terletak di RW 03 Kelurahan Kedung Lumbu. Kegiatan edukasi ini diawali dengan pemaparan materi menggunakan canva terkait kesehatan reproduksi, definisi pernikahan dini, usia ideal menikah, dampak pernikahan dini, serta dilanjutkan dengan membuka sesi tanya jawab. Selain itu, dibagikan juga leaflet yang berisi rangkuman dari materi yang telah disampaikan. 

Setelah hampir 8 dekade Indonesia merdeka, pernikahan dini masih menjadi permasalahan yang sampai sekarang belum dapat dituntaskan. Hal ini dibuktikan dengan masih tingginya angka pernikahan dini di Indonesia. Di Kota Surakarta, khususnya di Kecamatan Pasar Kliwon, angka pernikahan dini bisa dibilang masih cukup tinggi. Hal ini berdasarkan pernyataan yang dipaparkan oleh Camat Kecamatan Pasar Kliwon pada saat pembekalan KKN tingkat universitas di Universitas Diponegoro Juni lalu. 

Pemerintah Indonesia sendiri telah mengeluarkan aturan terkait usia perkawinan di Indonesia yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 16 tahun 2019. Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan bahwa perkawinan hanya dapat diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (Sembilan belas) tahun. Selain itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) pun telah memberikan penjelasan terkait usia ideal menikah, yaitu 21 tahun untuk perempuan dan 25 tahun untuk laki-laki. Tentu saja hal ini ditetapkan bukan tanpa pertimbangan karena di dalam kehamilan terdapat istilah kehamilan risiko tinggi apabila seorang ibu hamil mengalami kondisi 4T yaitu terlalu tua (diatas 35 tahun), terlalu muda (dibawah 20 tahun), terlalu banyak (lebih dari 4 kali), dan terlalu dekat (jarak melahirkan kurang dari 2 tahun). 

Selain itu, dampak yang dapat ditimbulkan dari pernikahan dini adalah stunting. Hal ini bisa terjadi karena remaja masih membutuhkan gizi yang optimal hingga usia 21 tahun. Namun, saat hamil, tubuh ibu akan berebut nutrisi dengan janin yang sedang dikandung. Apabila nutrisi pada bayi tidak optimal selama kehamilan, maka dapat menyebabkan Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR) yang kemudian berisiko menjadi balita stunting. 

Nikita berharap dengan adanya edukasi terkait kesehatan reproduksi bagi remaja di Kelurahan Kedung Lumbu, dapat memberikan pengetahuan terkait dampak negatif yang dapat ditimbulkan dari pernikahan dini sehingga remaja di Kedung Lumbu terhindar dari pernikahan dini serta dapat mengisi masa remajanya dengan lebih bermanfaat.

Editor: Dwy Sukmawati